Tradisi Sadranan Masyarakat Sambirobyong Sambut Bulan Suci Ramadhan
LAELLA 06 Maret 2024 23:07:19 WIB
Sumberejo ( SID ). Setiap menjelang Ramadan, tepatnya pada bulan Sya’ban, masyarakat Jawa khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta, selalu melakukan tradisi Nyadran. Budaya yang telah dijaga selama ratusan tahun ini, dilakukan dengan bersih-bersih makam para orang tua atau leluhur, membuat dan membagikan makanan tradisional, serta berdoa atau selamatan bersama di sekitar area makam.
Dalam kalender Jawa, Bulan Ramadan disebut dengan Bulan Ruwah, sehingga Nyadran juga dikenal sebagai acara Ruwah. Dirangkum dari berbagai sumber, tradisi ini adalah hasil akulturasi budaya Jawa dengan Islam. Kata Nyadran berasal dari kata 'Sraddha' yang bermakna keyakinan.
Masyarakat yang melakukan tradisi Nyadran percaya, membersihkan makam adalah simbol dari pembersihan diri menjelang Bulan Suci. Bukan hanya hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Nyadran dilakukan sebagai bentuk bakti kepada para pendahulu dan leluhur. Kerukunan serta hangatnya persaudaraan sangat terasa setiap kali tradisi Nyadran berlangsung.
Rabu Pahing ( 06/Maret/2024 ) warga masyarakat Dusun Sambirobyong Kalurahan Sumberejo melaksanakan upacara adat Nyadran Mbah Kyai Menggung Kerto manten yang letaknya di perbukitan, Gunung Wijil lebih di kenalnya. Tepat diatasnya ada 2 situs makam leluhur setempat. Konon menurut cerita kedua Makam ini adalah suami isteri berpangkat Tumenggung yang wafat di pelariannya karena perang dan di makamkan di Gunung wijil ini. Acara di mulai dengan warga membersihkan makam, setelah pembersihan makam, warga mengadakan doa bersama (tahlil) yang di pimpin oleh Dukuh Setempat ( Bp. Munawiril ) untuk mendoakan para leluhur yang telah berjuang sehingga dapat terbentuk pemukiman seperti saat ini.
Selanjutnya, warga mengadakan acara makan bersama (kenduri). Kenduri merupakan hal yang paling ditunggu dalam acara Nyadran. Setiap satu keluarga umumnya membawa bakul bambu,yang isinya berbagai makanan yang sudah di persiapkan malamnya, berupa nasi, lengkap lauk pauknya ,menu utamanya ingkung (ayam panggang). Masyarakat membaur menikmati makanan yang dihidangkan menggunakan wadah berupa daun pisang, bahkan sesekali mereka saling menukarkan makanan.
Nyadran yang telah dijaga selama ratusan tahun, mengajarkan untuk mengenang dan mengenal para leluhur, silsilah keluarga, serta memetik ajaran baik dari para pendahulu. Seperti pepatah Jawa kuno yang mengatakan "Mikul dhuwur mendem jero" yang kurang lebih memiliki makna “ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang dianggap kurang baik kita tanam-dalam... ( Tim SID )
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Pengunjung |
- MONITORING BALAI DUSUN LOGANTUNG DAN JUT LOGANTUNG
- KUNJUNGAN PANEWU SEMIN KE PERPUSTAKAAN SUMBER ILMU KALURAHAN SUMBEREJO
- RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH KALURAHAN SUMBEREJO DI HADIRI PANEWU SEMIN
- PERTEMUAN RUTIN KADER KESEHATAN
- Rapat dan Diskusi Program Pembangunan Kawasan Terpadu dan Pengembangan Pusat Edukasi
- MUSRENGBANG RKPD 2025 KAPANEWON SEMIN DIHADIRI BUPATI GUNUNGKIDUL
- Program Sumberejo Peduli dan Berbagi